Mengungsi karena rumahnya tenggelam oleh lumpur lapindo merupakan mimpi buruk bagi Ibu Suparni dan keluarga besarnya karena wilayahnya bukan merupakan kawasan rawan bencana. Keluarga miskin beranak 11 jiwa ini, sudah 2,5 tahun mengungsi ke Pasar Porong Baru, Sidoarjo dengan harapan segera mendapatkan ganti rugi 20 % dan 80 % seperti korban lainnya. Namun penantian panjang itu, hanyalah sebuah perjalanan waktu yang justru membelenggunya dalam ketidak pastian.
Sampai hari ini ganti rugi 20 % belum diterimanya tanpa sebab yang jelas dan nyaris terlupakan oleh berbagai pemangku kepentingan ; korporasi, pemerintah setempat dan pemerintah pusat. Proses pengajuan ganti rugi dengan skema Perjanjian Jual Beli (PIJB) secara administrasi telah dipenuhinya 1 tahun yang lalu. Upaya untuk bertanya dan berusaha mendapatkan ganti rugi itu telah dilakukan melalui berbagai petugas dan cara, namun sia-sia.
Satu minggu yang lalu Ibu Suparni menyampaikan keluhannya sambil menahan tangis datang ke Posko FPBI yang telah berada di lokasi pengungsian selama hampir 3 tahun ini untuk menolong, mendampingi dan menyatu dengan korban di pengungsian.
Memang, diantara 11 anaknya yang 4 orang (Khalim, Syahrul, Basor dan Lala) di antaranya berhenti sekolah karena tak sanggup lagi membiayai. Kemudian kontrakkan rumah petaknya hanya tinggal 1 bulan lagi, kemarin (25/3/09) bencana kecil juga menimpa warung kopinya di kawasan Pasar Porong Baru karena tertimpa angin puting beliung yang diiringi hujan sangat deras.
Penjualan Kupang Lontong keliling yang dilakoninya sejak di kampung juga menurun drastis omzetnya, karena kampung tempat kelilingnya sudah tenggelam. Pelanggan baru harus dicarinya, namun sangat sulit. Lengkap sudah penderitaan korban lumpur lapindo ini. Tim FPBI berusaha keras memfasilitasinya untuk mempercepat proses ganti rugi Ibu Suparni 1 minggu lalu dengan mendatangi Customer Service PT Minarak Lapindo Jaya. Namun sampai hari ini, berita yang ditunggu-tunggu juga belum datang. Terjemahannya proses ganti rugi korban lumpur lapindo masih akan sangat panjang dan berliku. PT MLJ, Pemkab Sidoarjo maupun Pemprop Jawa Timur seolah tidak mendengar keluhan dan penderitaan para korban yang tergolong keluarga miskin.
Menurut data dari Carik desa Renokenongo terdapat 18 KK yang belum mendapat ganti rugi 20 %, dari 33 KK awalnya. Dia tidak bisa menjelaskan apa penyebabnya, karena seluruh persyaratan telah dipenuhi korban penerima ganti rugi itu. Hal ini terlihat dari proses ganti rugi 20% yang berbelit dan 80% sisanya akan dicicil sebesar 15 juta per bulan dan hampir semua proses bermasalah dan tentunya mudah untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mengail di air keruh.
Peduli berarti memberi perhatian, sekecil apapun perhatian itu sangat berarti bagi korban lumpur lapindo yang terpuruk di hempas kegagalan teknologi, penanganan pengungsi yang buruk dan proses penyelesaian ganti rugi yang berkepanjangan. Entah sampai kapan.... ?
Sampai hari ini ganti rugi 20 % belum diterimanya tanpa sebab yang jelas dan nyaris terlupakan oleh berbagai pemangku kepentingan ; korporasi, pemerintah setempat dan pemerintah pusat. Proses pengajuan ganti rugi dengan skema Perjanjian Jual Beli (PIJB) secara administrasi telah dipenuhinya 1 tahun yang lalu. Upaya untuk bertanya dan berusaha mendapatkan ganti rugi itu telah dilakukan melalui berbagai petugas dan cara, namun sia-sia.
Satu minggu yang lalu Ibu Suparni menyampaikan keluhannya sambil menahan tangis datang ke Posko FPBI yang telah berada di lokasi pengungsian selama hampir 3 tahun ini untuk menolong, mendampingi dan menyatu dengan korban di pengungsian.
Nasib Kulo niki kados pundi, ganti rugi tanah lan bangunan gadah kulo kok dereng medal-medal. Pundi kontrakkan griyo bade telas, lare-lare pun mboten sekolah Kulo mboten gadah biaya", ujarnya dengan mata berkaca-kaca sambil menggendong anak bungsunya yang masih balita.
Memang, diantara 11 anaknya yang 4 orang (Khalim, Syahrul, Basor dan Lala) di antaranya berhenti sekolah karena tak sanggup lagi membiayai. Kemudian kontrakkan rumah petaknya hanya tinggal 1 bulan lagi, kemarin (25/3/09) bencana kecil juga menimpa warung kopinya di kawasan Pasar Porong Baru karena tertimpa angin puting beliung yang diiringi hujan sangat deras.
Penjualan Kupang Lontong keliling yang dilakoninya sejak di kampung juga menurun drastis omzetnya, karena kampung tempat kelilingnya sudah tenggelam. Pelanggan baru harus dicarinya, namun sangat sulit. Lengkap sudah penderitaan korban lumpur lapindo ini. Tim FPBI berusaha keras memfasilitasinya untuk mempercepat proses ganti rugi Ibu Suparni 1 minggu lalu dengan mendatangi Customer Service PT Minarak Lapindo Jaya. Namun sampai hari ini, berita yang ditunggu-tunggu juga belum datang. Terjemahannya proses ganti rugi korban lumpur lapindo masih akan sangat panjang dan berliku. PT MLJ, Pemkab Sidoarjo maupun Pemprop Jawa Timur seolah tidak mendengar keluhan dan penderitaan para korban yang tergolong keluarga miskin.
Menurut data dari Carik desa Renokenongo terdapat 18 KK yang belum mendapat ganti rugi 20 %, dari 33 KK awalnya. Dia tidak bisa menjelaskan apa penyebabnya, karena seluruh persyaratan telah dipenuhi korban penerima ganti rugi itu. Hal ini terlihat dari proses ganti rugi 20% yang berbelit dan 80% sisanya akan dicicil sebesar 15 juta per bulan dan hampir semua proses bermasalah dan tentunya mudah untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mengail di air keruh.
Peduli berarti memberi perhatian, sekecil apapun perhatian itu sangat berarti bagi korban lumpur lapindo yang terpuruk di hempas kegagalan teknologi, penanganan pengungsi yang buruk dan proses penyelesaian ganti rugi yang berkepanjangan. Entah sampai kapan.... ?
Tim FPBI mengundang kepedulian terhadap Ibu Suparni, sisakan sidkit perhatian....peduli terhadap sesama. Donasi anda sangat berarti bagi korban lumpur lapindo tersebut. Salurkan melalui Bank BCA KCU Sidoarjo a.n. Rachmad Sudharmaji No. Rek. 0183004392. Terima kasih
BalasHapus